Aspek Hukum dan Etika dalam E-Commerce: UU ITE, Perlindungan Konsumen, dan Privasi Data



Perdagangan elektronik atau e-commerce telah menjadi bagian penting dalam perekonomian Indonesia. Marketplace, toko online, hingga layanan digital terus berkembang pesat, memberikan kemudahan bagi konsumen untuk berbelanja dan peluang besar bagi pelaku usaha. Namun, perkembangan ini juga diiringi dengan tantangan besar: bagaimana memastikan bisnis daring tetap sesuai hukum dan menjunjung tinggi etika.

Tiga aspek utama yang harus dipahami adalah UU ITE, perlindungan konsumen, dan privasi data. Tanpa memperhatikan hal-hal ini, bisnis e-commerce berisiko menghadapi masalah hukum, kehilangan kepercayaan konsumen, hingga terkena sanksi berat.

1. UU ITE dan Regulasi Digital di Indonesia

UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) adalah regulasi utama yang mengatur penggunaan informasi elektronik, transaksi digital, dan sistem elektronik di Indonesia. Undang-undang ini pertama kali diundangkan sebagai UU No. 11 Tahun 2008, kemudian direvisi menjadi UU No. 19 Tahun 2016, dan mengalami perubahan kedua melalui UU No. 1 Tahun 2024.

Revisi terbaru ini, yang ditandatangani pada 2 Januari 2024, fokus pada penyesuaian ketentuan untuk menyeimbangkan kebebasan berekspresi dengan perlindungan masyarakat, termasuk penghapusan pasal-pasal karet yang sering disalahgunakan, penambahan pasal baru tentang ancaman dan perlindungan anak, serta penguatan mekanisme transaksi elektronik.

Sejarah dan Tujuan UU ITE

  • UU No. 11/2008: Memperkenalkan pengakuan hukum atas informasi dan transaksi elektronik, termasuk validitas dokumen digital sebagai bukti hukum.
  • UU No. 19/2016: Menambahkan ketentuan tentang perlindungan data pribadi dan peningkatan sanksi untuk pelanggaran cyber seperti hacking.
  • UU No. 1/2024: Revisi ini bertujuan mengurangi pasal karet yang membatasi kebebasan berekspresi, menambahkan perlindungan anak di ruang digital, dan memperkuat ekosistem digital yang adil. Revisi ini juga menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi untuk menghindari multitafsir.

Karakteristik UU ITE

  • Ruang Lingkup: Mengatur segala bentuk informasi elektronik (teks, gambar, suara, video) dan transaksi elektronik, termasuk validitas dokumen elektronik (Pasal 5), tanda tangan digital (Pasal 11), dan sertifikasi elektronik (Pasal 13). Revisi 2024 menghapus sertifikasi elektronik asing dan menambahkan layanan seperti segel elektronik serta identitas digital.
  • Pasal-Pasal Utama yang Diubah atau Ditambahkan:
    • Pasal 27: Dirampingkan dari empat ayat menjadi dua ayat. Ayat (1) tentang muatan kesusilaan: "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum." Ayat (3) tentang pencemaran nama baik dihapus dan digantikan Pasal 27A: "Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal agar diketahui umum melalui informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik via sistem elektronik."
    • Pasal 27B (baru): Mengatur larangan ancaman, seperti ayat (1): "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik untuk memaksa dengan ancaman kekerasan." Ayat (2) tentang ancaman pencemaran atau pembukaan rahasia.
    • Pasal 28: Ayat (3) ditambahkan tentang penyebaran berita bohong yang menimbulkan kerusuhan.
    • Pasal 29: Dihapus kata "pribadi", menjadi: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara langsung kepada korban."
    • Pasal 16A (baru): Kewajiban penyelenggara sistem elektronik untuk melindungi anak, termasuk batasan usia, verifikasi, dan pelaporan penyalahgunaan.
    • Pasal 40A (baru): Pemerintah berwenang memerintahkan penyesuaian pada penyelenggara sistem elektronik untuk ekosistem digital yang aman dan inovatif.
    • Pasal 43: Menambahkan wewenang penyidik untuk memutus akses sementara terhadap akun media sosial, rekening bank, atau aset digital.
    • Pasal 45: Pengecualian pidana jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum, pembelaan diri, atau karya seni/budaya/ilmu pengetahuan.
  • Sanksi: Pidana penjara hingga 6 tahun dan denda hingga Rp1 miliar untuk pelanggaran seperti muatan kesusilaan (Pasal 45 ayat (1)). Sanksi administratif seperti denda atau pemutusan akses untuk ketidakpatuhan (Pasal 40A). Pasal karet seperti Pasal 27A dan 27B masih dipertahankan, berpotensi multitafsir.
  • Relevansi E-Commerce: UU ITE memastikan transaksi elektronik memiliki kekuatan hukum setara dengan dokumen fisik (Pasal 5), mendukung e-commerce melalui pengakuan tanda tangan digital dan sertifikasi. Pasal 27B relevan untuk mencegah penipuan atau ancaman dalam transaksi online, sementara Pasal 16A mewajibkan platform e-commerce verifikasi usia anak untuk mencegah konten tidak pantas. Pasal 43 dapat memengaruhi bisnis dengan pemutusan akses aset digital jika ada pelanggaran.

2. Perlindungan Konsumen dalam E-Commerce

Perlindungan konsumen dalam konteks e-commerce adalah kerangka hukum dan etika yang memastikan hak konsumen terpenuhi serta kewajiban pelaku usaha ditegakkan untuk menciptakan transaksi digital yang adil, transparan, dan aman.

Di Indonesia, perlindungan konsumen diatur oleh UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang diperkuat oleh regulasi turunan seperti Peraturan Menteri Perdagangan No. 50 Tahun 2020 tentang perdagangan elektronik. Regulasi ini sangat relevan untuk e-commerce, mengingat meningkatnya transaksi online dan potensi sengketa, seperti barang cacat atau iklan menyesatkan.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), nilai transaksi e-commerce di Indonesia mencapai Rp550 triliun pada 2024, namun keluhan konsumen terkait pengiriman dan kualitas barang meningkat 15%. Oleh karena itu, memahami perlindungan konsumen menjadi krusial untuk membangun kepercayaan pelanggan.

Karakteristik Perlindungan Konsumen dalam E-Commerce

  • Hak Konsumen:
    • Keamanan: Mendapatkan barang/jasa yang aman dan sesuai standar kualitas (Pasal 4 UU No. 8/1999).
    • Informasi Benar: Menerima informasi yang jelas, jujur, dan tidak menyesatkan tentang produk, harga, dan syarat transaksi.
    • Pilihan: Kebebasan memilih barang/jasa sesuai kebutuhan tanpa tekanan.
    • Ganti Rugi: Hak atas kompensasi, penggantian, atau pengembalian dana jika barang/jasa tidak sesuai (Pasal 19).
    • Penyelesaian Sengketa: Akses ke mekanisme pengaduan, seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
  • Kewajiban Pelaku Usaha:
    • Menyediakan informasi lengkap dan akurat tentang produk, termasuk deskripsi, harga, dan biaya tambahan (misalnya, ongkos kirim).
    • Menjamin kualitas barang/jasa sesuai dengan yang dijanjikan.
    • Memberikan kebijakan retur, garansi, atau pengembalian dana yang jelas.
    • Mematuhi regulasi perlindungan data pribadi (UU PDP No. 27/2022) saat mengelola informasi konsumen.
  • Relevansi E-Commerce:
    • Mengatur kebijakan retur barang, pengembalian dana, dan transparansi harga di platform seperti Shopee atau Tokopedia.
    • Melindungi konsumen dari iklan menyesatkan, seperti diskon palsu atau deskripsi produk yang tidak sesuai.
    • Menjamin proses pengaduan yang mudah melalui platform atau BPSK.

Regulasi Pendukung

  • UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen: Menetapkan hak konsumen dan kewajiban pelaku usaha, dengan sanksi administratif hingga pidana untuk pelanggaran (Pasal 62: denda hingga Rp2 miliar atau penjara hingga 5 tahun).
  • Peraturan Menteri Perdagangan No. 50/2020: Mengatur perdagangan elektronik, termasuk kewajiban pelaku usaha untuk menyediakan informasi identitas bisnis, syarat transaksi, dan mekanisme pengaduan.
  • UU No. 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi: Melengkapi perlindungan konsumen dengan menjamin keamanan data pribadi dalam transaksi digital.
  • Peraturan Pemerintah No. 80/2019: Mengatur kewajiban pelaku usaha e-commerce untuk memiliki izin usaha dan mematuhi standar perdagangan.

Tantangan dalam Perlindungan Konsumen di E-Commerce

  • Iklan Menyesatkan: Promo diskon besar-besaran yang ternyata meningkatkan harga awal (price inflation).
  • Barang Tidak Sesuai: Konsumen menerima produk dengan kualitas atau spesifikasi berbeda dari deskripsi.
  • Proses Retur yang Rumit: Beberapa platform memiliki prosedur pengembalian yang membingungkan atau memakan waktu.
  • Penyalahgunaan Data: Penjual atau platform yang menyalahgunakan data pribadi konsumen untuk pemasaran tanpa izin.
  • Sengketa Cross-Border: Transaksi dengan penjual luar negeri sering sulit diselesaikan karena perbedaan regulasi.

Praktik Terbaik untuk Pelaku Usaha E-Commerce

  1. Transparansi Informasi: Cantumkan deskripsi produk, harga total (termasuk ongkir), dan syarat penggunaan secara jelas di situs.
  2. Kebijakan Retur yang Jelas: Sediakan panduan retur dan refund yang mudah diakses, misalnya, dalam 7 hari setelah barang diterima.
  3. Mekanisme Pengaduan: Sediakan kanal pengaduan seperti live chat, email, atau hotline, serta respons cepat (dalam 24 jam).
  4. Keamanan Data: Patuhi UU PDP dengan menerapkan enkripsi dan meminta persetujuan konsumen untuk pengumpulan data.
  5. Edukasi Konsumen: Berikan informasi tentang hak konsumen melalui pop-up atau FAQ di platform.

3. Privasi Data: Isu Krusial di Era Digital

Data pribadi kini menjadi aset penting dalam e-commerce. Informasi seperti alamat email, nomor telepon, hingga data keuangan sering dikumpulkan oleh platform untuk kebutuhan transaksi dan pemasaran. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, data ini bisa disalahgunakan atau bahkan bocor ke publik.

Privasi data dalam e-commerce merujuk pada hak individu atas kendali informasi pribadi mereka, termasuk pengumpulan, penggunaan, penyimpanan, dan penghapusan data oleh pelaku usaha digital.

Di Indonesia, privasi data diatur oleh UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), yang bertujuan melindungi data pribadi dari penyalahgunaan, kebocoran, atau eksploitasi. UU ini terinspirasi dari regulasi global seperti GDPR (General Data Protection Regulation) di Eropa, dan diterapkan untuk mendukung ekosistem digital yang aman.

Pada 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan No. 151/PUU-XXII/2024 tanggal 16 Juli 2025 menyatakan Pasal 53 ayat (1) UU PDP inkonstitusional kondisional, menghapus kata "dan" pada akhir huruf b untuk memaksimalkan kewajiban pengendali data pribadi dalam menunjuk pejabat atau petugas pelindungan data (Data Protection Officer/DPO), sehingga kewajiban menjadi lebih ketat dan kumulatif.

Selain itu, pembentukan lembaga pengawas independen (Lembaga Pelindungan Data Pribadi/LPPDP) masih dalam tahap harmonisasi regulasi, dengan target rampung akhir 2025 oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), meskipun hingga September 2025 belum terbentuk sepenuhnya.

Menurut laporan Komdigi, kasus kebocoran data pribadi di Indonesia mencapai 150 juta akun pada 2024-2025, dengan e-commerce sebagai sektor paling rentan, menekankan urgensi implementasi UU PDP untuk mencegah kerugian ekonomi hingga triliunan rupiah

Sejarah dan Tujuan UU PDP

  • Sejarah: UU PDP disahkan pada 17 Oktober 2022 sebagai respons terhadap maraknya kebocoran data, seperti kasus BPJS Kesehatan pada 2021. Sebelumnya, perlindungan data tersebar di UU ITE dan regulasi sektoral. Pada 2025, MK merevisi Pasal 53 untuk memperkuat kewajiban DPO, menghindari persempitan cakupan pelindungan.
  • Tujuan: Melindungi hak konstitusional atas privasi (Pasal 28G UUD 1945), mendorong inovasi digital yang aman, dan harmonisasi dengan standar internasional untuk transfer data lintas negara.

Karakteristik Privasi Data dalam UU PDP

  • Prinsip-Prinsip Utama (Pasal 16-26):
    • Persetujuan: Pengumpulan data harus dengan consent eksplisit dari subjek data (Pasal 20).
    • Keterbukaan dan Akuntabilitas: Pengendali data wajib transparan tentang tujuan penggunaan data dan bertanggung jawab atas keamanannya (Pasal 22).
    • Keamanan dan Kerahasiaan: Wajib menerapkan enkripsi, akses terbatas, dan audit rutin (Pasal 24).
    • Batasan Penggunaan: Data hanya digunakan untuk tujuan yang dinyatakan, dengan hak subjek untuk mengakses, memperbaiki, atau menghapus data (right to be forgotten, Pasal 26).
  • Sanksi: Administratif (peringatan hingga denda 4% dari pendapatan tahunan global, Pasal 57); Pidana (penjara hingga 6 tahun atau denda Rp6 miliar untuk kebocoran sengaja, Pasal 67); Perdata (ganti rugi bagi korban).
  • Relevansi E-Commerce: Platform harus mendapatkan consent untuk data seperti alamat, riwayat pembelian, dan preferensi. Pasal 53 (pasca-revisi MK) mewajibkan penunjukan DPO untuk mengawasi kepatuhan, terutama dalam analitik data pelanggan atau iklan targeted.

4. Etika Bisnis Digital: Lebih dari Sekadar Mematuhi Hukum

Kepatuhan hukum adalah hal wajib, tetapi bisnis e-commerce juga harus memegang teguh etika bisnis digital. Beberapa prinsip etis yang perlu diterapkan:

  • Tidak menggunakan dark patterns untuk memanipulasi konsumen, seperti menipu dengan diskon palsu atau menyulitkan pembatalan pesanan.
  • Menggunakan data konsumen hanya sesuai tujuan yang telah disetujui.
  • Menyediakan layanan pelanggan yang transparan dan bertanggung jawab.

Perusahaan yang memprioritaskan etika biasanya lebih dipercaya konsumen. Kepercayaan ini menjadi modal utama untuk bertahan dalam persaingan e-commerce yang ketat.

Kesimpulan

Aspek hukum dan etika adalah fondasi penting bagi keberlangsungan e-commerce di Indonesia. UU ITE memberikan dasar hukum transaksi digital, UU Perlindungan Konsumen melindungi hak pembeli, sementara aturan privasi data menjaga informasi pribadi tetap aman. Namun, kepatuhan hukum saja tidak cukup. Pelaku usaha harus menjunjung tinggi etika bisnis agar bisa membangun kepercayaan jangka panjang.

Dengan mengintegrasikan hukum dan etika, e-commerce tidak hanya tumbuh cepat, tetapi juga berkelanjutan, aman, dan memberikan manfaat bagi semua pihak.

Komentar

POPULER

Silabus Mata Kuliah E-Commerce

Sistem Pembayaran Elektronik: Memahami Payment Gateway, E-Wallet, Mobile Banking, dan Keamanan Transaksi

Manajemen Biaya Proyek: Estimasi Biaya dan Anggaran Proyek yang Efektif

Silabus Mata Kuliah: Pengantar Pemasaran Digital

Silabus Mata Kuliah Manajemen Proyek